Kamis, 30 April 2015

MENCIPTAKAN KESERAGAMAN BOBOT BADAN AYAM BROILER

Oleh : Muhammad Misbachul Munir, S,Pt. MM.
Tanggal 01 Mei 2015

Pada umur awal pemeliharaan ayam - secara teoritis selalu dikatakan harus diberikan pakan secara “ad-lib”. Berdasarkan pengalaman, konsumsi pakan juga sangat dipengaruhi oleh manajemen pemberian pakan (timing, frekwensi, kecepatan dan ketebalan pakan), Bentuk dan ukuran partikel pakan juga mempengaruhi konsumsi pakan.

Teori lain mengatakan, bahwa  konsumsi pakan tergantung tinggi rendahnya suhu lingkungan, kandungan Energi dan protein dalam pakan juga menentukan jumlah konsumsi pakan oleh ayam

Apakah Ad-lib itu ?
Ad-ib adalah singkatan dari bahasa latin “ad-libitum” yang berarti sesuai keinginan.  Dalam bahasa Inggris diistilahkan sebagai :  "at pleasure" and "at one's pleasure, as much as one desires (MedicineNet.Com).  Pada http://thesaurus.com, Ad libitum is also used in psychology and biology to refer to the "free-feeding" weight of an animal, as opposed a restricted diet or pair feeding.

Merujuk pada penjelasan istilah “ad-lib” tersebut di atas, kita dapat mengetahui bahwa yang dimaksud “pemberian pakan secara ad-lib pada DOC” berarti memberikan pakan sesuai dengan keinginan DOC.  Di sisi ain, istilah “ad-lib” juga lawan dari pemuasaan (http://thesaurus.com).

Nah – Dari penjelasan tersebut di atas, dapat kita pahami bahwa – selama pakan tersedia dan mudah di akses oleh ayam dengan perasaan senang merupakan suatu tindakan pemberian pakan “ad-lib”.  Jadi, adalah salah jika pengertian “ad-lib” dipraktekkan dilapangan hanya sebagai “penyediaan pakan  sepanjang hari” lalu “ayam dibiarkan mengkonsumsi pakan” begitu saja.

Agar pakan yang tersedia tersebut dapat dikonsumsi dengan perasaan senang, Tentu manajemen pakan (timing, frekwensi dan ketebalan pakan) harus menumbuhkan perasaan senang bagi ayam, pengaturan suhu yang tepat agar dapat menumbuhkan perasaan senang bagi ayam untuk makan, Bentuk dan ukuran partikel pakan juga harus disesuaikan dengan keinginan ayam.

Persoalannya adalah “Broiler Breeder “ dalam satu populasi tidak hanya perlu makan secara “ad-lib”, tapi juga makan dalam jumlah yang seragam.








Jangan lupa juga :
ü   Pertumbuhan maksimum usus hanya 14 hari pertama pemeliharaan.
ü  Pertambahan banyak sel paling optimum hanya 2 minggu pertama pemeliharaan, selanjutnya adalah pertambahan banyak dan pertambahan sel sampai umur 4 minggu

Apabila konsumsi pakan berbeda sebelum umur 13 hari  telah terjadi, maka :
Harapan pemelihara untuk mencapai bobot yang seragam “suatu saat nanti” setelah umur 13 hari adalah sangat mungkin, tetapi “suplay organs ” akan tetap berbeda, karena pertumbuhan optimumnya terjadi pada saat di bawah umur 14 hari.

Jadi berharap mencapai target bobot badan sekaligus keseragaman pada tahap awal pemeliharaan (2 minggu pertama) dengan membiarkan konsumsi pakan dengan alasan pemberian pakan ad-libitum yang berbeda pada tiap chick gard adalah suatu kemustahilan. 




Agar “Jumlah pakan yang dikonsumsi dalam jumlah yang seragam", kita harus memperhatikan :
  
 Manajemen pemberian pakan, Meliputi :
  ü  Frekwensi pemberian pakan
  ü  Kecepatan distribusi pakan
  ü  Ketebalan pakan
  ü  Ketepatan waktu pemberian pakan (timing)

 Pakan yang seimbang, dengan indikator :
  ü  Ukuran partikel yang tepat dan seimbang
  ü  Kandungan nutrisi yang tepat dan seimbang

Suhu udara yang seragam 

Jalan keluar agar pertumbuhan sel untuk organ suplay dapat dapat dicapai dengan seragam dan sesuai harapan, maka pertama-tama yang diperlukan adalah panduan jatah pakan sebagai standart acuan.





Apabila feed intake telah seragam – karena jatah pakan seragam – hal ini menandakan bahwa  variabel  moderator (manajemen pakan, suhu udara dan pakan yang seimbang) -mungkin telah memenuhi syarat terutama untuk  keseragaman “feed intake”. 

Demikian juga, apabila feed intake telah seragam – berarti akan menjamin pertumbuhan sel-sel dalam jumlah yang seragam – utamanya pada “suplay organ.

Jika pertumbuhan sudah seragam – karena konsumsi telah seragam, maka unsur untuk menseragamkan bobot badan hanya dipengaruhi oleh suhu saja.

Dengan demikian, Apabila keseragaman feed intake dapat dicapai, maka keseragaman bobot badan dapat dicapai dengan hanya menseragamkan suhu lingkungan.



Semoga bermanfaat. 

AYAM BROILER MODERN

Oleh : Muhammad Misbachul Munir
Tanggal 30 April 2015


Ilmu peternakan yang paling sederhana telah menggaris bawahi bahwa usaha beternak apa saja ada tiga faktor yang harus diperhatikan yaitu faktor genetik, lingkungan (pakan, kesehatan, manajemen) serta permintaan pasar (poultryindonesia.com, 2011).

Membicarakan soal genetik, lebih dari setengah abad ayam ras masuk ke Indonesia, strain-strain ayam ras yang dipelihara silih berganti seiring perkembangan riset dan kecenderungan selera konsumen terhadap ayam yang dihasilkan. Selera konsumen untuk ayam ras pedaging bergeser, misalnya persoalan cepat atau lambatnya pertumbuhan bulu pernah menjadi bahan pertimbangan peternak untuk memilih strain ini dan meninggalkan strain itu, kemudian bergeser ke dominasi pertumbuhan daging dada, dan lain sebagainya (Poultry Indonesia, 2009). 

Perkembangan strain ayam tidak terlepas dari dampak peningkatan atau perubahan genetik akibat rekayasa genetik ayam pedaging (broiler).  Sebagai contoh : selama 10 tahun  (1988 – 1998) terdapat peningkatan rata-rata pertambahan berat badan dari 28,59 gram/hari menjadi 44,04 gram/hari (Pollock, David L., 1999). Demikian juga, disampaikan oleh Havenstain et. al. (1994)  dalam Muir et. al., bahwa performan dari broiler modern sangat berbeda dengan broiler 20 – 30  tahun yang lalu. Pertumbuhan broiler modern tiga kali lipat dari broiler klasik yang mana daging dada dan feed conversi rate nya lebih baik (konsumsi pakannya ½ kali dari kebutuhan broiler klasik).

Perubahan genetik memiliki dampak pada semua aspek fisiologi unggas. Ini harus diakomodasi oleh perbaikan terus menerus dalam berbagai aspek pengelolaan untuk reproduksi atau pertumbuhan. Misalnya, industri telah mengembangkan metode canggih dan berhasil mengelola pemuliaan yang memberikan perbaikan keturunan dalam hal optimalisasi pertumbuhan dan daya hidup, fungsi kekebalan dan produksi anak ayam. Temuan ini telah menyebabkan perubahan signifikan dalam praktek manajemen pemeliharaan (Classen, 2000).

Perbaikan genetik tersebut memungkinkan munculnya titik lemah dari hasil seleksi (Trobos, 2005) : Pertama, Perkembangan embrio ayam modern lebih cepat yang menyebabkan tingkat metabolisme fase embrional lebih tinggi. Kedua, Perubahan anatomis volume paru-paru yang lebih kecil 20-30% dari ayam klasik, dan dinding ventrikel kanan lebih tipis.  Ketiga, volume kantong hawa yang lebih kecil akibat terdesak oleh volume usus, daging dada dan hati.  Menurut Julian (1989) volume paru-paru dibandingkan dengan bobot badannya menurun 32% dari mulai DOC (2,02%) menjadi 1,38% di umur 144 hari (20 mingguan).  

Pertumbuhan ayam yang cepat memerlukan oksigen tinggi, kebutuhan oksigen tinggi guna menjamin kecepatan pertumbuhan merupakan salah satu penyebab primer timbulnya hipertensi pulmonum, sehingga dapat menginduksi kejadian asites (Julian, 1998).  

Lihat Blok kami :  

ACITES PADA AYAM

http://pengetahuanayampraktis.blogspot.com/2015/05/acites-pada-ayam.html


Secara klinis ayam penderita asites memperlihatkan gejala depresi, kurang lincah/lamban, malas bergerak, sulit bernafas dan bagian perutnya mengembung (Calnek, et al. 1997; Anjum et al., 1998; Tabbu, 2002). 

Secara makroskopis, hati ayam penderita asites biasanya membengkak dan mengalami pembendungan (kongesti) atau sebaliknya mengeras, bentuknya tidak teratur dan tertutup oleh fibrin berwarna abu-abu dan dapat pula berbentuk noduler atau mengkerut, mengeras.  Pada jantung terjadi hydropericardium dan kadang-kadang perikarditis.  Terjadi hipertropy pada dinding ventrikel bagian kanan.  Paru-paru mengalami kongesti yang ekstensif dan edomatous (Tabbu, 2002).

Ayam broiler modern adalah makhluk diurnal yang apabila menerima rangsangan cahaya pada malam hari akan memberikan kesempatan ayam broiler untuk makan dan minum.  Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas lokomosi dan berdiri pada ayam (Renden et al., 1996). Dengan demikian, ayam broiler modern berpotensi untuk mengkonsumsi protein lebih tinggi.

Kelebihan protein menyebabkan jaringan tubuh kekurangan oksigen (hipoksia).  Kelebihan makanan (overeating) dapat menyebabkan kebutuhan oksigen pada jaringan tubuh meningkat.  Menurut Bolink, et al. (2000), ayam yang memiliki persentase otot dada lebih tinggi atau masa otot yang besar dan kepadatan kapilernya lebih rendah akan memiliki resiko kekurangan suplai oksigen ke dalam otot dada.  

Otak mampu menoleransi kekurangan oksigen antara tiga sampai lima menit. Apabila kekurangan oksigen berlangsung lebih dari lima menit, dapat terjadi kerusakan sel otak secara permanen (Kozier dan Erb 1998). Kekurangan Oksigen memicu terjadinya kanker (http://sugiyono23.blogspot. com/2012/04).

Overeating bisa timbul oleh karena pemberian pakan berlebih atau individu tertentu memiliki kemampuan dan kesempatan lebih (dalam hal makan) dibandingkan dengan indiviu lain.  Karena ayam overeating, maka jumlah nutrisi termasuk protein memerlukan oksigen lebih besar untuk dimetabolisme.  Selanjutnya panas yang dihasilkan oleh tubuh-pun meningkat di atas batas toleransi suhu tubuh ayam (diduga suhu tubuh di atas 420C).

Karena panas tubuh di atas batas toleransi, maka ayam melakukan beberapa hal : 1). Terengah-engah (panting), 2). Melebarkan sayap, 3). Mandi debu (litter), 4). Meningkatkan aktifitas minum.  Proses panting membutuhkan energi ekstra (540 kalori/gram air yang diuapkan).  Dengan demikian sejumlah energi pakan yang semestinya harus dialokasikan untuk pertumbuhan/produksi, harus dikurangi untuk energi aktifitas (panting).  Oleh karenanya ayam yang panting dalam jangka panjang akan mengalami penurunan efisiensi penggunaan pakan dan menurunkan produktifitas, karena energi produksinya terkurangi oleh tambahan aktifitas.  

Aktifitas panting juga menimbulkan masalah peningkatan pH darah.  Akibatnya tubuh menalami perubahan biologis yang dapat mempengaruhi proses metabolisme lebih lanjut,  juga bisa menimbulkan berbagai kelainan pada sistim hormonal serta menimbulkan masalah in-koordinasi biologis.  Keadaan ini makin serius terjadi pada farm close house, karena volume paru-paru saat periode layer lebih kecil dibandingkan farm open house.  Dengan paru-paru yang kecil maka jaringan tubuh akan semakin kesulitaan mendapat pasokan oksigen.  Kapasitas paru-paru yang terbatas berpotensi menimbulkan hipertensi pulmonum dan selanjutnya diikuti gagal jantung dan menimbulkan hipertensi yang berakhir dengan edema yang berujung pada asites (Tabbu, 2002). 

Keadaan pH yang meningkat mengakibatkan hambatan pada pengangkutan Ca2+Kekurangan Ca++ menimbulkan masalah seperti kelainan kontraksi otot.  Dijelaskan oleh Firmansyah, dkk., kontraksi otot diawali oleh datangnya impuls saraf.  Pada saat datang impuls, sinapsis atau daerah hubungan antara saraf dan serabut otot dipenuhi oleh asetil-kolin.  Asetil-kolin ini akan merembeskan ion-ion kalsium (Ca2+) ke serabut otot.  Ion kalsium akan bersenyawa dengan molekul troponim, dan tropomiosin yang menyebabkan adanya sisi aktif pada filamen tipis (aktin).  Kepala miosin (filamin tebal), segera bergabung dengan filamin tipis tepat pada sisi aktif.  Gabungan sisi aktif dengan kepala miosin disebut jembatan penyeberangan (cross bridges).  Setelah terbentuk, cross bridges tersebut membebaskan sejumlah energi dan menyapaikan energi tersebut ke arah filamen tipis.  Proses ini menyebabkan filamen tipis mengerut.  Secara keseluruhan sarkomer ikut mengerut dan mengakibatkan ototpun berkerut.  Kepala miosin akan lepas dari filamen tipis.  Proses ini memerlukan ATP yang diambil dari sekitarnya.  Dengan peristiwa ini, filamen tipis akan lepas dari filamen tebal.  Secara keseluruhan otot akan relaksasi kembali.  Jadi, kontraksi otot akan berlangsung selama rangsangan. Apabila tidak ada rangsangan maka ion kalsium akan direabsorpsi.  Pada saat itu pun troponin dan tropomiosin tidak memiliki sisi aktif lagi dan sarkomer dalam keadaan istirahat memanjang berelaksasi.


Kontraksi otot yang tidak baik akibat kekurangan ion kalsium diduga juga mengakibatkan timbulnya masalah egg peritonitis (egg yolk peritonitis).  Menurut www.avianweb.com/eggyolkperitonitis.htm (Maret, 2013) egg yolk peritonitis adalah the presence of yolk material in the coelomic cavity.  Kuning telur dalam peritonium sebenarnya dapat diserap oleh tubuh, akan tetapi karena kuning telur adalah media baik untuk pertumbuhan bakteri maka bakteri akan menginfeksi tubuh karenanya dan menimbulkan perionitis serta dapat menimbulkan masalah secunder berupa asites.  Hal ini diduga memiliki kaitan erat dengan aktifitas panting, hingga menimbulkan peningkatan pH darah yang menyebabkan transportasi ion Ca2+ menurun.  Hal inilah yang mengganggu kontraksi otot.  Akibatnya infundibulum/papilon kurang mampu menangkap kuning telur, dan akhirnya kuning telur jatuh ke peritonium.  Meskipun demikian Egg peritonities bisa juga diakibatkan oleh terlalu banyaknya folikel kuning telur besar yang masak.  Jika insiden ini terjadi biasanya diikuti oleh adanya kasus double yolk yang banyak.  Problem ini didiskripsikan sebagai erratic oviposition and defective egg syndrome (EODES) dan banyak terjadi pada broiler breeders.  Penyebab masalah ini adalah terlalu cepatnya penyinaran pada ayam yang under wight dan juga karena bobot badan terlalu over wight. (www.avianweb.com /eggyolkperitonitis.htm, Maret 2013). (Maaf, alinea ini menyimpang dari topik pembicaraan tentang ayam broiler - Penulis).


Telah disebutkan pada alinea sebelumnya, bahwa perubahan pH dalam tubuh ayam mengganggu proses metabolisme hormon.  Diduga salah satu hormon yang terganggu adalah hormon Tiroid.  Lebih lanjut, dinyatakan bahwa kekurangan oksigen akan mengganggu sistim kekebalan tubuh, karena terjadi peningkatan produksi hormon kortikosteroid yang dapat menghambat organ kekebalan dalam menghasilkan antibodi. Berdasarkan teori yang disampaikan Aryulina, dkk. (2006) hormon tiroid dan sistim imunitas yang tidak berfungsi secara normal dapat mengakibatkan kelainan otot yang secara berangsur-angsur melemah dan menyebabkan kelumpuhan.  Kejadian ini disebut  Miastenia grafis.  Jadi insiden panting yang mampu mengubah pH darah bisa menimbulkan dampak kelumpuhan pada ayam.

Lebih lanjut, perubahan pH darah selain mengakibatkan gangguan proses biologis dalam tubuh ditingkat jaringan juga mengakibatkan perubahan pH di cairan usus.  Hal ini terkait dengan sistim transportasi nutrisi dari saluran pencernaan ke seluruh tubuh yang dilakukan oleh darah.  Akibatnya cairan usus menjadi alkalis. Secara normal Nilai pH pada saluran pencernaan unggas pada setiap bagian adalah sebagai berikut : tembolok (4.5), proventrikulus (4.4), gizzard (2.6), duodenum (5.7- 6.0), jejunum (5.8), ileum (6.3), kolon (6.3), ceca (5.7), dan empedu (5.9) (Sun, 2004).

Mikroflora usus sendiri memiliki beberapa sifat spesifik, diantaranya (1) dapat tumbuh dan berkembang biak dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob), (2) dapat berkolonisasi pada bagian spesifik dari saluran pencernaan, serta (3) dapat melekatkan diri dengan permukaan epitel usus (Nakazawa, 1992).  Fungsi dari mikroflora usus diantaranya membantu pencernaan dan penyerapan nutrisi, menetralisir racun atau zat kimia, menghambat atau melawan langsung mikroorganisme merugikan (patogen), dan secara tidak langsung berperan dalam mengoptimalkan kerja sistem kekebalan usus. Pada saluran pencernaan ayam terdapat sekitar 100-400 mikroflora, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Beberapa mikroflora menguntungkan diantaranya Escherichia coli, Lactobacillus sp., Streptococcus sp., dan Bacteroides sp. Sedangkan yang termasuk mikroflora merugikan ialah Clostridium dan Salmonella sp.

Pada kondisi panting, pH darah meningkat dan selanjutnya mempengaruhi pH saluran pencernaan yang semula dalam keadaan asam (gambar 12) menjadi basa. Kondisi ini kemudian berdampak pada mikroflora usus, dimana koloni mikroflora menguntungkan menjadi berkurang, dan koloni mikroflora merugikan justru meningkat (http://info.medion.co.id, Oktober 2012).  Dengan jumlah bakteri patogen yang meningkat akan menyebabkan vili usus menjadi pendek dan kripta lebih dalam. 

Apabila Clostridium perfringens meningkat, akan mengakibatkan terjadinya radang usus nekrotik (Necrotic Enteritis/NE).  Manifestasi penyakit ini pada dinding usus berupa luka berdarah (lesi hemorrhangis) sampai kematian jaringan (nekrose) mukosa usus (www.litbang.deptan.go.id , 2013).

Baca Blok kami :
NECROTIC ENTERITIS PADA AYAM 
http://pengetahuanayampraktis.blogspot.com/2015/05/necrotic-enteritis-pada-ayam.html


MENJAGA SISTIM PENCERNAAN UNTUK MENJAGA DAN MENINGKATKAN SISTIM KEKEBALAN TUBUH 
http://pengetahuanayampraktis.blogspot.com/2015/04/menjaga-sistim-pencernaan-untuk-menjaga.html

MENCIPTAKAN pH USUS TETAP NORMAL UNTUK MENJAGA SISTIM KEKEBALAN TUBUH AYAM TETAP NORMAL 

http://pengetahuanayampraktis.blogspot.com/2015/04/menciptakan-ph-usus-tetap-normal-untuk.html


BAGAIMANA MENCIPTAKAN PROSES NORMAL METABOLISME AYAM BROILER GUNA MENINGKATKAN SISTIM KEKEBALAN TUBUH 

http://pengetahuanayampraktis.blogspot.com/2015/04/bagaimana-menciptakan-proses-normal.html



---------------------------------------
Apabila teori-teori tersebut di gabung, maka kita dapat melihat ringkasannya sebagai berikut, ayam broiler modern memiliki :
1. Keinginan makan yang tinggi
2. Efisien dalam menggunakan pakan
3. Pertumbuhan yang cepat
4. Masa otot dada yang tinggi
5. Paru-paru kecil
6. Kebutuhan oksigen tinggi

Ke enam unsur ini mampu memberikan efek positif bagi pertumbuhan ayam, namun juga memberikan efek negatif, seperti :
1. Apabila tubuh ayam kekurangan oksigen akan menimbulkan 
    masalah :
    a.  "Panting" - lalu - "pH darah meningkat" - menimbulkan efek -
         "peningkatan mikroflora usus" - kemudian menimbulkan 
          masalah penyakit pencernaan.  Disisi lain, dapat menimbul
          kan masalah kelumpuhan akibat tidak bekerjanya ion kalsi
          um secara baik.  Selain itu bisa minimbulkan masalah acites 
         karena hipertensi pulmonum dan menimbulkan gagal jantung.          Hal ini dapat menyebabkan kematian mendadak (umumnya 
         pada ayam broiler dengan berat badan yang besar dan terjadi 
         pada siang hari).
    b. Kerusakan otak secara permanen
    c. Penyakit yang terkait dengan tumor
2. Overeating - menimbulkan masalah - masa otot yang besar - lalu 
    menimbulkan masalah kekurangan oksigen dalam jaringan 
    tubuh.
3. Paru-paru dengan ukuran volume yang kecil memungkinkan 
    rendahnya suplay oksigen dalam tubuh.

Semoga bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia peternakan ayam broiler.

Senin, 27 April 2015

BAGAIMANA MENCIPTAKAN PROSES NORMAL METABOLISME AYAM BROILER GUNA MENINGKATKAN SISTIM KEKEBALAN TUBUH

BAGAIMANA MENCIPTAKAN PROSES NORMAL METABOLISME AYAM BROILER
GUNA MENINGKATKAN SISTIM KEKEBALAN TUBUH

OLEH : MUHAMMAD MISBACHUL MUNIR, S.Pt. MM.
27 April 2015


Proses metabolisme tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal, di antara yang akan di bahas di sini adalah suhu tubuh dan pH darah.  Keduanya akan dibahas secara bersamaan.

========================================================================
Dari publikasi dari The University of Georgia, dijelaskan bahwa ayam dengan bobot 2,3 Kg yang diberi pakan 180 gram pakan perhari dengan total konsumsi energi harian 1,475 Kcal/poun akan memproduksi energi kira-kira 1,440 Btu atau 60 Btu/jam.  Sebagai perbandingan 180 gram gasoline memiliki kandungan energi 5,000 Btu.  Ayam menghasilkan 11 Btu/Kg, sedangkan manusia menghasilkan energi 4,4 Btu/Kg.

Energi hasil metabolisme makanan oleh ayam dilepas melalui sistim yang digambarkan sebagai berikut :


Ayam sebagai hewan homeotermis, dapat mengatur suhu tubuhnya relatif konstan, sekalipun temperatur lingkungan berubah-ubah.  Tetapi ayam tidak dapat menoleransi suhu lingkungan tinggi (Ilyas, 2004).  Jahja (2000) menyatakan bahwa mekanisme homeostasis berjalan efisien dan normal pada kisaran wilayah suhu netral (thermoneutral zone atau comfort zone).  Secara prinsip, indikator kenormalan suhu lingkungan dapat dilihat dari kenormalan suhu tubuh ayam (suhu rectal).  Suhu tubuh ayam pedaging normal berada pada kisaran sempit yaitu berkisar pada 40,5 ºC (rendah) dan 41,5 ºC (tinggi).

Kelebihan energi oleh ayam akan dilepas melalui sistim konveksi, radiasi, evaporasi dan konduksi. Semakin tinggi suhu lingkungan, semakin menurun efektifitas pelepasan energi yang melalui "konveksi, konduksi" maupun "radiasi", tapi sebaliknya akan lebih banyak melalui "respirasi".  Disamping itu - semakin tinggi suhu lingkungan, semakin rendah "heat lost" yang mampu dilakukan oleh ayam.  Perhatikan tabel dan diagram di bawah ini :

Diagram Heat Lost melalui Radiasi, Konveksi, dan Evaporasi pada berbagai suhu lingkungan :


    Pelepasan Energi Ayam Pada Suhu Yang Berbeda


Berdasarkan diagram dan tabel tersebut di atas, dapat di ketahui bahwa lingkungan pada suhu 30ºC menyebabkan total energi yang dipaskan akan menurun.  Selanjutnya menurut  informasi  European Comission (2000), menyatakan bahwa suhu lingkungan ayam di atas 29ºC  akan menimbulkan stres panas.   Pada saat itu, suhu tubuh ayam mencapai lebih dari 42ºC.  

Kemudian diketahui juga, bahwa ayam pada suhu 30ºC akan melepas panas paling banyak melalui respirasi.  Jika hal ini berlanjut, maka ayam akan hyperventilation/panting (ter engah-engah). Apabila ayam mengalami panting lebih dari 100 kali per menit, maka akan menimbulkan stres.  Selanjutnya, jika panting lebih dari  120 kali per-menit, maka ayam tidak hanya stress, tetapi bisa juga menimbulkan kematian.  Perhatikan diagram berikut :



Stres panas pada ayam broiler dihasilkan oleh adanya interaksi antara suhu udara, kelembaban, sirkulasi panas serta kecepatan udara (European Comission, 2000).  Peningkatan suhu kandang dapat juga disebabkan oleh kepadatan yang tinggi (Jahja, 2000) dan laju kecepatan pertumbuhan (Bonnet et al. 1997).   

Pada suhu lingkungan tinggi (cekaman panas) aktivitas tubuh berkurang, konsumsi pakan berkurang, dan konsumsi air minum meningkat (Jahja, 2000). Peredaran darah banyak yang menuju organ pernafasan sementara peredaran darah ke organ pencernaan mengalami penurunan sehingga mengganggu pencernaan dan metabolisme.  Pakan yang dikonsumsi tidak bisa dicerna dengan baik dan nutrien dalam pakan banyak yang dibuang dalam bentuk feses (Bell dan Weaver, 2002).

Stres panas dapat menyebabkan perubahan metabolisme yang mengakibatkan akumulasi dari beberapa metabolit dan pengurangan lain. Perubahan tersebut dapat secara dramatis mengubah fungsi jalur metabolisme dan menyebabkan ketidakseimbangan yang sulit untuk dibenahi.  Masalah ini bisa sangat kritis ketika tingkat metabolit dipaksa di luar rentang normal sehingga regulasi homeostasis tidak dapat berfungsi dengan baik untuk mengembalikan tingkat normal.

Menurut Butcher dan Miles (2012),  Hiperventilasi / panting adalah normal terjadi selama suhu tinggi dan kelembaban rendah. Kelembaban relatif mempengaruhi kehilangan panas penguapan melalui terengah-engah.  Broiler, serta unggas domestik lainnya tidak bisa mentolerir suhu tinggi ditambah dengan kelembaban relatif tinggi.    

Biasanya, pH darah dikontrol oleh paru-paru dan ginjal bersama dengan sistem buffer yang mencegah berbagai perubahan yang cepat dalam pH. Namun, dengan meningkatnya laju pernapasan dalam untuk melepaskan panas, mengakibatkan pH darah meningkat (Alkalosis respiratorik). Stres panas juga menghabiskan mineral kalium dan lainnya dalam tubuh, akan mengubah keseimbangan elektrolit

Heat stress juga mengakibatkan sistem kekebalan tubuh melemah (bersifat immunosupresif). Jumlah total sel darah putih dan produksi antibodi menurun secara signifikan pada ayam yang mengalami heat stress. Selain itu aktivitas limfosit juga menurun.

Saat ayam mengalami heat stress kelenjar hipofisa anterior mensekresikan adeno corticotropin hormon (ACTH) dalam jumlah yang berlebihan. Akibatnya korteks adrenalin akan terpicu untuk meningkatkat produksi hormon kortisol sehingga terjadi penurunan jumlah maupun perubahan jenis leukosit, yaitu sel eosinofil, basofil dan limfosit
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Nah, bingungkan !!!. Teoritis banget sih . . . ???.
Nih saya ringkas.  Prinsip dasarnya adalah bagaimana menjaga jangan sampai terjadi perubahan hyperventilasi / panting.  Itu saja yang perlu teman pembaca perhatikan. 

Bagaimana caranya ya ?.  
Tentu kita harus menghindari terciptanya panas berlebihan di lingkungan ayam.  Petama, jangan membuat ayam makan pada saat suhu akan tinggi. Kedua, hindari kelembaban tinggi pada saat suhu lingkungan tinggi.

Untuk menghindari kelembaban dan suhu tinggi, kita dapat meningkatkan kapasitas udara yang masuk dalam kandang.  Caranya dengan membersihkan semua penghambat aliran udara.

Mudah bukan ??


Minggu, 26 April 2015

MENCIPTAKAN pH USUS TETAP NORMAL UNTUK MENJAGA SISTIM KEKEBALAN TUBUH AYAM TETAP NORMAL

OLEH : MUHAMMAD MISBACHUL MUNIR, S.Pt., MM.
24 April 2015

Suatu ketika penulis pulang ke desa, mendapati pengalaman menarik dari orang tua di desa. Kala itu mertua sedang merendam beras dengan air "asam jawa".  Lalu saya tanya, "untuk apa bu?". Katanya "ini lho untuk anak ayam yang masih kecil-kecil".  Saya lihat ayam ibu mertua itu sehat-sehat.  Namun ayam di halaman rumah ada beberapa diantaranya yang sakit.  Saya tanya kembali ke ibu mertua : "Bu itu yang sakit ayam siapa?".  Jawabnya : "Oo itu ayam tetangga".

Selanjutnya saya bertemu dengan seorang pakar dari universitas "North Carolina - John T. Brake". Beliau bertanya kepada saya : "Adakah anak yang baru lahir di beri antibiotik?".  Tentu saja jawabannya "tidak".  Di lain kesempatan beliau mengatakan :"kalau mau menjaga agar ayam tidak sakit, berilah asam cuka sebagai air minum!!.  Sayangnya beliau tidak memberi penjelasan secara rinci penggunaannya, saya pikir itu mustahil.
  
Di lain kesempatan, saya mendiskusikannya dengan seorang kawan.  Katanya, beliau pernah mendengar bahwa cuka sebagai bahan air minum untuk mengendalikan Coli,  tetapi - setelah beliau mencoba - tidak menuai hasil. Dari sini - saya ingat sebuah prinsip : "ilmu pengetahuan dengan segala keterbatasannya".  Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa seluruh karya ilmiah pasti ada batasan-batasan ilmiah.

Berdasarkan hal itu, terpikirkan : mungkin Bapak tadi tidak memperhatikan kondisi sumber air minumnya dan juga tidak memperhatikan dosis cuka-nya.

Suatu ketika saya mendapat kabar, ada kandang terkena Necrotic Enterities (NE). Morbiditas cukup tinggi - demikian juga mortalitasnya.  Kemudian saya menyarankan agar mencoba memberi minum ayam dengan "blimbing wuluh". Pemikiran pada saat itu : "blimbing wuluh dapat menurunkan pH air minum".  Benar saja, dalam 10 hari morbiditas menurun, namun demikian mortalitas masih tinggi (mungkin karena efek sakit sebelumnya), lalu 15 hari sejak diberi blimbing wuluh mortalitasnya menurun.  Wah ternyata berhasil, pikir saya!!!.  Andai saja sebelumnya diberi "blimbing wuluh" agar pH air minum turun, mungkin  tidak perlu terjadi NE.

Kemudian saya ingat bahwa pH usus halus secara teoritis kan 5,7 - 6.  Kemudian secara terpisah - saya minta tolong pada dokter hewan untuk membuktikannya.  Ternyata setelah dilakukan observasi berulang-ulang ternyata benar pH usus halus berkisar 5 - 6. 

Berdasarkan uraian tersebut saya mencoba terhadap satu kandang dengan memberikan air minum dengan pH antara 5 - 6 mulai DOC selama beberapa hari - lalu dilanjutkan sesuai kebutuhan lapangan.  Dari laporan didapatkan - "tidak satupun ayam kandang itu yang terkena Coli", padahal farm bersangkutan rajanya Coli (katanya).  Dari pengalaman ini - semua kandang dalam satu farm di beri air minum dengan pH 5 - 6.  Hasilnya tidak ada kasus Coli dan Clostridium.

Pengalaman lain.  "Suatu ketika ada teman yang mengalami "Clostridium".  Lalu terpikirkan - jangan jangan kondisi ususnya basa?, salah satu penyebab kondisi usus basa adalah penggunaan bahan kimia kaporit (Kalsium Hipocloride) dengan rumus kimia Ca(ClO)2 pada air minumnya. Dari pemikiran itu saya bertanya : apakah anda menggunakan kaporit?.   Jawabannya benar sekali.  

Atas dasar pengalaman itu, saya yakin bahwa pH usus memainkan peranan yang besar untuk mengendalikan sistim kekebalan tubuh.  Jika pH usus normal - maka mikroflora usus normal, jika mikroflora normal - maka akan terhindar dari penyakit pencernaan - dan sistim pencernaan akan berjalan dengan normal, jika sistim pencernaan  normal - kita bisa berharap bahwa proses pencernaan pakan akan berjalan normal.

Langkah selanjutnya adalah memastikan bahwa sistim metabolisme tubuh juga berjalan normal. Bagaimana menciptakan sistim metabolisem berjalan normal?.  Teman pembaca dapat melihat blog berikutnya. 

Kamis, 23 April 2015

MENJAGA SISTIM PENCERNAAN UNTUK MENJAGA DAN MENINGKATKAN SISTIM KEKEBALAN TUBUH

Oleh : Muhammad Misbachul Munir, S.Pt. MM.
23 April 2015


Sistim pencernaan ayam terdiri dari : Paruh (mulut), Kerongkongan, Crop, Proventrikulus, Gizard, Usus (Duodenum, yeyenum, Illeum), Colon, Cecum, dan loaca.


Berbagai macam enzim dan zat lain bekerja untuk mencerna bahan pakan yang masuk melalui paruh (mulut).

Dalam sistim pencernaan juga terdapat mikroflora yang memiliki beberapa sifat spesifik, diantaranya (1) dapat tumbuh dan berkembang biak dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob), (2) dapat berkolonisasi pada bagian spesifik dari saluran pencernaan, serta (3) dapat melekatkan diri dengan permukaan epitel usus (Nakazawa, 1992).  Fungsi dari mikroflora usus diantaranya membantu pencernaan dan penyerapan nutrisi, menetralisir racun atau zat kimia, menghambat atau melawan langsung mikroorganisme merugikan (patogen), dan secara tidak langsung berperan dalam mengoptimalkan kerja sistem kekebalan usus. Pada saluran pencernaan ayam terdapat sekitar 100-400 mikroflora, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Beberapa mikroflora menguntungkan diantaranya Escherichia coli, Lactobacillus sp., Streptococcus sp., dan Bacteroides sp. Sedangkan yang termasuk mikroflora merugikan ialah Clostridium dan Salmonella sp.

Mikrofolra di dalam usus dikendalikan oleh pH usus. Secara normal Nilai pH pada saluran pencernaan unggas pada setiap bagian adalah sebagai berikut : tembolok (4.5), proventrikulus (4.4), gizzard (2.6), duodenum (5.7- 6.0), jejunum (5.8), ileum (6.3), kolon (6.3), ceca (5.7), dan empedu (5.9) (Sun, 2004).


Jika pH usus meningkat maka usus akan menjadi basa dan kondisi ini  berdampak pada mikroflora usus, dimana koloni mikroflora menguntungkan menjadi berkurang, dan koloni mikroflora merugikan justru meningkat (http://info.medion.co.id, Oktober 2012).  Dengan jumlah bakteri patogen yang meningkat akan menyebabkan vili usus menjadi pendek dan kripta lebih dalam. Apabila Clostridium perfringens meningkat, akan mengakibatkan terjadinya radang usus nekrotik (Necrotic Enteritis/NE).  Manifestasi penyakit ini pada dinding usus berupa luka berdarah (lesi hemorrhangis) sampai kematian jaringan (nekrose) mukosa usus (www.litbang.deptan.go.id , 2013).

Menurut Zhang et al., (2005) perubahan morphologi pada usus, yaitu villi yang menjadi lebih pendek dan kripta lebih dalam dapat disebabkan oleh toksin yang dihasilkan mikroba patogen yang ada pada saluran pencernaan ternak unggas, sehingga mengakibatkan peningkatan frekuensi pergerakan usus.  Efeknya adalah dapat terjadi adalah diare dan munculnya infeksi sekunder bakterial (http://info.medion.co.id, Oktober 2012).

Diare akan mengakibatkan penanganan feses menjadi lebih sulit, peningkatan kadar amonia juga dapat terjadi akibat feses yang basah, akibatnya kasus penyakit saluran pernapasan akan lebih mudah terjadi, apalagi jika diare ini diakibatkan oleh heat stress. Saat ayam mengalami heat stress kelenjar hipofisa anterior mensekresikan adeno corticotropin hormon (ACTH) dalam jumlah yang berlebihan. Akibatnya korteks adrenalin akan terpicu untuk meningkatkat produksi hormon kortisol sehingga terjadi penurunan jumlah maupun perubahan jenis leukosit, yaitu sel eosinofil, basofil dan limfosit (Butcher and Miles, 2012).  Dengan keadaan sistim kekebalan tubuh menurun akan lebih memudahkan virus/bakteri menginfeksi ayam.

Jadi, jika kita dapat menjaga pH usus selalu dalam keadaan normal, maka kita akan mampu mempertahankan sistim kekebalan tubuh.

Pertanyaannya, bagaimana menciptakan pH usus tetap normal ?.  Jawabannya adalah :
1. Hindari memberikan material pakan/bahan pakan yang bersifat basa.
2. Hindari terjadinya "penting" berlebihan.

Pertanyaan berikutnya : bagaimana mekanismenya ?.  
Pertanyaan ini akan dijawab pada blog berikutnya.